
Teknologi kecerdasan buatan (AI) saat ini sudah menjadi bagian dari banyak proses audit modern. Namun, pernyataan terbaru dari regulator audit di Inggris—Financial Reporting Council (FRC)—mengungkap bahwa sejumlah firma akuntansi besar dunia, termasuk Big Four, ternyata gagal melacak dampak AI terhadap kualitas audit yang mereka lakukan.
Temuan ini mengangkat pertanyaan penting: Apakah adopsi AI dalam audit benar-benar meningkatkan kualitas pemeriksaan, atau justru menciptakan blind spot baru?
Apa yang Sebenarnya Terjadi?
Menurut laporan FRC yang dirilis bulan Juni 2025, banyak firma akuntansi besar telah mengintegrasikan AI ke dalam proses audit, seperti dalam:
- Analisis data transaksi massal
- Pendeteksian anomali keuangan
- Pengujian substantif otomatis
Namun, firma-firma ini tidak memiliki sistem atau metrik yang memadai untuk menilai bagaimana AI berdampak langsung terhadap kualitas hasil audit.
Siapa yang Terdampak?
FRC menyebut bahwa kekurangan ini terjadi di firma besar—Ernst & Young (EY), Deloitte, PwC, dan KPMG—yang mendominasi pasar audit global. Hal ini menimbulkan risiko bagi:
- Klien audit besar, termasuk perusahaan publik dan BUMN
- Investor dan regulator, yang mengandalkan laporan keuangan hasil audit
- Industri audit secara keseluruhan, karena kehilangan acuan efektivitas penerapan teknologi
Kenapa Ini Jadi Masalah Besar?
- Ketergantungan pada teknologi tanpa pengukuran
Firma besar menggunakan AI untuk efisiensi, tapi tak mengukur apakah itu meningkatkan kualitas judgment auditor. - Potensi bias dan error dalam sistem AI
Tanpa evaluasi yang sistematis, AI bisa memperkuat kesalahan analisis yang berdampak besar pada opini audit. - Kurangnya transparansi terhadap regulator
Banyak firma belum bisa menjelaskan bagaimana penggunaan AI mereka dikontrol, dievaluasi, atau diuji. - Risiko reputasi dan kredibilitas profesi auditor
Kegagalan ini bisa menimbulkan keraguan publik terhadap kemampuan audit modern dalam mencegah fraud atau manipulasi laporan.
Apa Solusinya?
1. Audit terhadap AI itu sendiri
Regulator mendesak agar firma melakukan audit sistem AI internal untuk menilai akurasi, bias, dan dampak AI pada proses pengambilan keputusan audit.
2. Transparansi penggunaan AI
Firma harus mencatat dan melaporkan kapan dan bagaimana AI digunakan dalam proses audit agar dapat ditinjau secara objektif.
3. Peningkatan pelatihan auditor
AI hanya seefektif orang yang menggunakannya. Auditor harus dibekali keterampilan untuk mengevaluasi hasil yang dihasilkan oleh sistem cerdas.
4. Pengembangan indikator kualitas audit berbasis AI
Firma harus mengembangkan metrik baru yang bisa mengukur kualitas audit dalam konteks penggunaan AI, bukan sekadar efisiensi waktu.
Studi Kasus: Ketika AI Tidak Mendeteksi Red Flags
Dalam salah satu audit perusahaan retail besar di Inggris, firma auditor menggunakan sistem AI untuk memverifikasi rekonsiliasi penjualan. Namun, AI gagal mendeteksi pola manipulasi diskon fiktif karena modelnya tidak dirancang untuk mengenali jenis fraud tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa AI bukan solusi mutlak—dan juga pengawasan manusia tetap krusial.
Audit Masa Depan Harus Cerdas dan Terukur
Adopsi AI dalam dunia audit adalah keniscayaan. Tapi seperti halnya alat lainnya, kecanggihan teknologi tidak berarti apa-apa tanpa pengukuran dampak yang nyata. Firma audit besar harus menjawab tantangan ini dengan kerangka evaluasi yang transparan dan akuntabel, agar AI benar-benar menjadi penjamin kualitas audit—bukan justru titik lemah baru.
Inovasi harus selalu diiringi akuntabilitas. Itulah prinsip utama dari audit berkualitas.