
Isu lingkungan kini tak lagi sekadar ranah aktivis atau komunitas pecinta alam. Dalam konteks tata kelola pemerintahan, audit lingkungan menjadi instrumen penting yang bisa mendorong keterbukaan, tanggung jawab, dan keberlanjutan. Terutama bagi pemerintah daerah (Pemda) yang berhadapan langsung dengan masyarakat dan dampak aktivitas pembangunan, environmental audit seharusnya menjadi alat kontrol yang efektif. Namun, di lapangan, praktiknya sering dipertanyakan—apakah audit ini sungguh dijalankan untuk pengawasan substantif, atau hanya menjadi formalitas administratif?
Apa Itu Audit Lingkungan?
Audit lingkungan adalah proses sistematis untuk menilai apakah suatu entitas (baik pemerintah, perusahaan, atau instansi) telah memenuhi kewajiban lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Audit ini bisa mencakup:
- Kepatuhan terhadap dokumen AMDAL/UKL-UPL
- Pengelolaan limbah dan emisi
- Penggunaan energi dan air
- Reklamasi lahan pasca kegiatan industri
- Kegiatan tanggung jawab sosial berbasis lingkungan
Untuk pemerintah daerah, environmental audit menjadi tolok ukur terhadap efektivitas kebijakan dan pengawasan terhadap pelaku usaha dan kegiatan pembangunan.
Peran Pemerintah Daerah dalam Audit Lingkungan
Pemerintah daerah melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) memiliki tugas dalam:
- Menerbitkan izin lingkungan dan juga dokumen pengelolaan lingkungan
- Melakukan pengawasan berkala ke lapangan
- Menyusun laporan dan evaluasi kualitas lingkungan daerah
- Melibatkan auditor independen atau inspektorat untuk audit tematik
Namun, kapasitas sumber daya manusia, anggaran, serta komitmen politik menjadi faktor utama yang menentukan sejauh mana audit ini benar-benar berjalan.
Baca juga: Peran Audit Lingkungan dalam Mendorong Inovasi Pengelolaan Sampah yang Ramah Lingkungan
Audit Lingkungan: Alat Kontrol atau Formalitas?
Pertanyaan ini menjadi penting di tengah berbagai temuan seperti:
- Penerbitan izin lingkungan tanpa verifikasi lapangan
- Minimnya sanksi tegas bagi pelanggar lingkungan
- Laporan audit yang tidak ditindaklanjuti
- Ketergantungan pada data pelaku usaha, bukan data independen
Banyak pihak menilai environmental audit oleh Pemda masih sebatas ritual birokrasi, bukan alat kontrol kebijakan yang serius. Akibatnya, kerusakan lingkungan terus terjadi, dari banjir akibat tata ruang yang amburadul hingga pencemaran sungai karena limbah industri.
Jalan Menuju Audit Lingkungan yang Substantif
Untuk menjadikan audit lingkungan sebagai alat kontrol yang efektif, Pemda perlu melakukan:
- Peningkatan kapasitas auditor internal dan teknis DLH
- Digitalisasi data pengawasan dan pelaporan lingkungan
- Pelibatan publik dan komunitas lokal dalam verifikasi data
- Sinergi dengan inspektorat, APIP, dan lembaga eksternal
- Penegakan hukum yang tegas dan transparan bagi pelanggaran audit
Dengan langkah ini, environmental audit tak hanya menjadi dokumen pelengkap, tapi alat evaluasi dan pengendalian dampak lingkungan yang nyata.
Kesimpulan
Audit lingkungan untuk pemerintah daerah seharusnya tidak lagi menjadi sekadar formalitas. Di tengah krisis iklim, pencemaran, dan juga tekanan terhadap sumber daya alam, audit ini harus dimaknai sebagai instrumen pengawasan strategis yang mampu mengarahkan pembangunan ke jalur yang lebih berkelanjutan.
Pemda perlu berani menjadikan environmental audit sebagai landasan perbaikan kebijakan, bukan sekadar kewajiban administratif. Karena menjaga lingkungan bukan hanya soal hari ini, tapi soal masa depan generasi daerah itu sendiri.