
Pada tahun anggaran 2025, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengalami pemotongan anggaran sebesar Rp1,38 triliun, dari semula Rp6,15 triliun menjadi Rp4,77 triliun. Pemangkasan ini merupakan bagian dari kebijakan penghematan nasional sebagaimana diarahkan dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025.
Pengaruh terhadap Audit BPK
Pengurangan anggaran sekitar 23% berdampak langsung pada kapasitas Badan Pemeriksa Keuangan dalam melaksanakan pemeriksaan. Laporan Kinerja BPK Tahun 2024 menyebutkan bahwa keterbatasan anggaran menjadi salah satu hambatan dalam mempertahankan jumlah audit terhadap laporan keuangan negara secara optimal.
Langkah Prioritas Pemeriksaan
Menghadapi keterbatasan tersebut, BPK mengatur ulang fokus audit dengan memprioritaskan pemeriksaan yang bersifat wajib sesuai regulasi. Ini termasuk audit atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), laporan kementerian/lembaga (LKKL), serta laporan pemerintah daerah (LKPD). Selain itu, BPK juga memberi perhatian pada program-program pemerintah yang strategis dan isu-isu lokal yang berdampak besar.
Inovasi Melalui Teknologi
Untuk mengimbangi keterbatasan SDM dan biaya, Badan Pemeriksa Keuangan mulai memaksimalkan pemanfaatan teknologi informasi seperti big data analytics. Teknologi ini membantu dalam mengidentifikasi potensi risiko dan menetapkan prioritas audit secara lebih akurat dan efisien.
Respons DPR
Pemangkasan anggaran ini turut menjadi perhatian DPR. Salah satu anggota Komisi XI DPR RI, Harris Turino, mengemukakan kekhawatirannya terhadap dampak pemangkasan tersebut terhadap kualitas audit, serta mendorong adanya akuntabilitas dan transparansi dalam pelaksanaan efisiensi.
Kesimpulan
Pemangkasan anggaran yang dialami BPK RI tidak hanya berdampak pada aspek operasional, tetapi juga menjadi titik balik strategis dalam cara lembaga ini menjalankan fungsinya. Di tengah keterbatasan anggaran, BPK dituntut untuk meningkatkan efisiensi internal, memilih lingkup audit yang benar-benar prioritas, serta memperkuat penggunaan teknologi seperti big data dan audit berbasis risiko.
Langkah ini menunjukkan bahwa transformasi digital dan tata kelola berbasis data menjadi keharusan, bukan lagi pilihan. Meski menghadapi tantangan serius, BPK tetap menjaga komitmennya terhadap transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara. Untuk menjaga kualitas audit secara menyeluruh, dibutuhkan dukungan politik, regulasi yang kuat, dan kolaborasi antarlembaga. Efisiensi anggaran seharusnya bukan alasan melemahnya pengawasan, melainkan peluang untuk berinovasi dan memperkuat peran BPK sebagai penjaga integritas keuangan negara.